Pasung, sudah lama aku tidak mendengar kata itu. Kapan terakhir kali mendengar beritanya di negeri ini pun aku lupa. Bagaimana kabar terakhir terkait kasus pasung di negeriku yang sudah 74 tahun merdeka ini?
Pasung adalah cara yang digunakan untuk menghukum orang dengan menggunakan kayu apit untuk mengikat kaki dan tangan (KBBI, 2019). Cara ini banyak dilakukan di negeriku untuk mengikat orang dengan gangguan jiwa agar mereka tidak menyakiti dirinya sendiri dan orang lain. Namun, pemasungan tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga, melainkan juga institusi (Human Right Watch, 2016).
Beberapa tahun yang lalu berita tentang pemasungan para penderita gangguan jiwa banyak dimuat di televisi dan di media cetak. Berita tersebut menunjukkan bagaimana penanganan orang dengan gangguan jiwa tidak dilakukan dengan baik. Di tahun 2014, Indonesia sudah membawa wacana bebas pasung dengan menilik kembali Surat Menteri Dalam Negeri Nomor PEM.29/6/15 tahun 1977. Namun, sayangnya wacana tersebut belum berhasil, melihat data penderita gangguan jiwa yang pernah dipasung di tahun 2013 sebesar 14,3% (57.000 orang), wacana ini diundur menjadi Indonesia bebas pasung 2019 (Lestari & Wardhani, 2014).
Berita pasung menjadi hal yang sulit dicari belakangan ini. Aku tidak tahu apakah kurangnya informasi atau memang Indonesiaku sudah mampu juga memerdekakan manusianya dari ancaman pasung di tahun ini?
Berita pasung terakhir yang dapat aku temukan berasal dari tahun 2018 ke belakang. Berita-berita tersebut umumnya menunjukkan bahwa pasung tidak meringankan dan menyelesaikan gangguan kejiwaan penderita, melainkan sebaliknya. Pemasungan cenderung memperburuk kejiwaan penderita. Jalan keluarnya adalah penerimaan, pengobatan, dan keinginan untuk sembuh itu sendiri. Serta penanganan pasca pasung bagi penderita merupakan salah satu hal yg paling penting.
Aku tidak banyak tahu memang. Waktu aku tahu beberapa anak bangsa dengan prestasi yang mengagumkan pernah menjadi korban pasung akibat ketidaktahuan dalam penanganan penyakitnya, aku kaget. Siapa yang mengira?
Beberapa kasus korban pasung di Indonesia yang mampu meraih prestasi yang luar biasa, merupakan contoh nyata bahwa pasung bukan merupakan cara yang benar dalam menangani penyakit gangguan jiwa. Pasung pernah menjadi masa lalu Anto Sugianto, yang didiagnosis mengalami depresi berat sehingga menyebabkan beliau dipasung di puskesmas ketika ia mencoba pergi dari rumah. Pasung memperburuk kondisinya, keinginannya yang besar untuk hidup normal kembali berhasil meloloskan Anto dari depresinya, hingga sekarang beliau sudah berprofesi sebagai guru bahasa inggris dengan prestasi yang besar (Sabandar, 2016). Penyakitnya bukan halangan dalam menggapai cita-citanya.
Aku sadar di 74 tahun Indonesia merdeka masih banyak anak bangsanya yang belum merdeka juga, yang masih terbelenggu dengan diagnosis terhadap penyakitnya dan terbelunggu dalam keinginan untuk dimanusiakan sebagaimana manusia pada umumnya. Pasung bukan solusi dan bukan pula jawaban.
Pelajari kesehatan mental lebih lanjut di Seribu Tujuan
Lestari, W & Y.F. Wardhani. 2014. Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat yang Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 17(2): 157–166.
Sabandar, S. 2016. Kisah Guru Bahasa Inggris Dipasung Akibat Ketidaktahuan. https://www.liputan6.com/regional/read/2622349/kisah-guru-bahasa-inggris-dipasung-akibat-ketidaktahuan
Human Right Watch. 2016. Indonesia: Menangani Kesehatan Jiwa dengan Cara Dipasung. https://www.hrw.org/id/news/2016/03/20/287598
Sahana, M. 2015. Indonesia Menuju Bebas Pasung Terhadap Penderita Gangguan Mental. https://www.voaindonesia.com/a/indonesiamenuju-bebas-pasung-terhadap-penderita-gangguan-mental/2653154.html
Yasmin, P.A. 2017. Dulu Disebut Gila dan Pernah Dipasung, Kini Anto Sarat Prestasi. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3464214/dulu-disebut-gila-dan-pernah-dipasung-kini-anto-sarat-prestasi